Transformasi Pendidikan
di era Revolusi Industri 4.0 menuju Society 5.0
Oleh : R Agus
Suryahadi / 18820500
UNIVERSITAS PANCA SAKTI
2021
Abstrak
Guru merupakan Profesi Mulia disisiNya, Bahkan Rosulullohpun diutus olehNya
menjadi Seorang Guru “Sungguh aku telah diutus (oleh Allah SWT) sebagai seorang
guru.” (HR. Ibnu Majah).
Seorang Muridpun jika Memuliakan Guru, maka SURGA tempatnya. Rosululloh
Bersabda “Barangsiapa memuliakan orang berilmu (guru), maka sungguh ia telah
memuliakan aku. Barangsiapa memulikan aku, maka sungguh ia telah memuliakan
Allah. Barangsiapa memuliakan Allah, maka tempatnya di surga”. (dikutip dalam
Lubab al-Hadits oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi)
Seorang Guru adalah Seorang Guru, (R Agus Suryahadi , Pengaruh kecerdasan Emosional terhadap Prestasi
belajar Anak. 2021), Berbagai usaha ditempuh untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan dengan tujuan untuk dapat mengimbangi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di era Revolusi Industri 4.0
Pembelajaran di era revolusi 4.0 dapat menerapkan hybrid/blended learning dan
Case-baseLearning. Bahkan diramalkan, system
pendidikan dalam era society 5.0, memungkinkan siswa atau mahasiswa dalam
kegiatan pembelajaran berdampingan dengan robot yang sudah dirancang untuk
menggantikan peran pendidik (Faulinda
Ely Nastiti, Aghni Rizqi Nimal Abdu, Kajian: Kesiapan Pendidikan Indonesia
Menghadapi Era Society 5.0. Edcomtech. 2020)
Pendahuluan
Revolusi industri adalah perubahan besar terhadap cara manusia dalam
mengolah sumber daya dan memproduksi barang. Revolusi industri merupakan
fenomena yang terjadi antara 1750 – 1850. Saat itu, terjadi perubahan secara
besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan
teknologi. Perubahan tersebut ikut berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya di dunia. (Warta Ekonomi, Mengenal
Revolusi Industri dari 1.0 hingga 4.0. 2019)
Didalam dunia Pendidikanpun ikut terdampak dari perubahan besar disetiap
tahapan Revolusi Industri.
Berikut Info Grafis Tahapan Revolusi Industri hingga saat ini.
Didalam Karya Tulis ini, Penulis mencoba membahas tentang sejauh mana fungsi Pendidikan yang akan ditransformasikan menuju Era Revolusi Industri 4.0 menuju Society 5.0.
Revolusi Industri
Revolusi industri pertama terjadi pada abad 18, ketika
ditemukan mesin- mesin bertenaga uap, yang membuat manusia beralih dari
mengandalkan tenaga hewan ke mesin-mesin produksi mekanis. Revolusi industri
kedua berlangsung di sekitar 1870 ketika perindustrian dunia beralih ke tenaga
listrik yang mampu menciptakan produksi massal. Revolusi industri ketiga
terjadi di era 1960-an saat perangkat elektronik mampu menghadirkan otomatisasi
produksi. Kini, perindustrian dan manufaktur dunia bersiap menghadapi revolusi Industri
4.0.
Secara umum, definisi revolusi industri adalah ketika
kemajuan teknologi yang besar disertai dengan perubahan sosial ekonomi dan
budaya yang signifikan. Terminologi Revolusi Industri 4.0 pertama kali dikenal
di Jerman pada 2011. Pada Industri 4.0 ditandai dengan integrasi yang kuat
terjadi antara dunia digital dengan produksi industri. Revolusi industri 4.0
merupakan era digital ketika semua mesin terhubung melalui sistem internet atau
cyber system. Situasi membawa dampak perubahan besar di masyarakat.
Kristen Margi Suryaningrum, Binus
School of Computer Science,(2019). (Siapkah Indonesia menyongsong Society 5.0
dengan seiring perkembangan Big Data yang semakin pesat ?)
Society 5.0 adalah suatu konsep
Society yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi
(technology based) yang pertama kali dikembangkan oleh Jepang. Konsep ini lahir
sebagai pengembangan dari revolusi industri 4.0 yang dinilai berpotensi
mendegradasi peran manusia.
Era Digital dan dan Inovasi
Pembelajaran Berbasis Teknologi
Freud Pervical dan
Henry Ellington (1988) menyatakan inovasi pembelajaran yang dilakukan di berkembangnya
teknologi informasi digital adalah memanfaatkan sarana teknologi informasi yang
berkembang pesat di era revolusi industri 4.0 ini untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.
Selanjutnya Reigeluth
(2011) mengartikan bahwa inovasi pendidikan dalam metode pembelajaran mencakup
rumusan tentang pengorganisasian bahan ajar, strategi penyampaian dan
pengelolaan kegiatan dengan memperhatikan tujuan, hambatan, dan karakteristik
peserta didik sehingga diperoleh hasil yang efektif, efisien, dan menimbulkan
daya tarik pembelajaran. Pendapat Reigeluth tersebut didukung oleh Jerome Brunner (dalam Conny Semiawan,1997) dengan menyebut
metode pembelajaran induktif atau berpikir induktif Kemudian Mauch J.E. (2014) menggunakannya untuk
mengelompokan pola mengajar dan belajar yaitu klasikal, mandiri, dan interaksi
guru-peserta didik atau pengajaran kelompok.
Berbagai pendapat di atas, menunjukkan bahwa inovasi
pembelajaran berhubungan memungkinkan peserta didik memperoleh kemudahan dalam
rangka mempelajari bahan ajar yang disampaikan oleh guru, tentunya dengan
memanfaatkan media teknologi informasi.
Ketepatgunaan dalam melakukan inovasi pendidikan sangatlah
berpeluang bagi terciptanya banyak kondisi pembelajaran yang kondusif,
menyenangkan sehingga kegiatan pembelajaran (instructional activities) dapat
berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik untuk
dapat meraih suatu komponen yang sangat menentukan terciptanya kondisi selama
berlangsungnya pembelajaran.
Dalam konteks kondisi pembelajaran yang menyenangkan Davies (2011) menegaskan bahwa suatu
kegiatan pembelajaran tidak selalu menjamin peserta didik akan dapat belajar.
Hal ini menunjukkkan bahwa sebaik apapun seorang guru dalam merancang dan
mendesain suatu program pembelajaran, kiranya tidak akan dapat secara optimal
mewujudkan ketercapaian kompetensi yang diharapkan apabila tidak didukung oleh
pemilihan sekaligus penggunaan metode secara tepat. Untuk itu peranan
masyarakat digital di era revolusi industri 4.0 ini menjadi tantangan bagi
membangun pendidikan berbasis teknologi informasi yang mampu menjawab tantangan
kebutuhan masyarakat era revolusi industri 4.0 ini.
Transformasi pendidikan di era
Revolusi Industri 4.0 menuju Society 5.0
Pendidikan umum memberikan landasan kuat kepada peserta
didik untuk menjadi sumber daya manusia (SDM) yang tidak hanya berbicara
tentang agama, melainkan berfikir, berperasaan, berkesadaran, bertindak,
berperilaku dan beramal sesuai dengan agama yang dianut masing-masing.
Pendidikan umum bertujuan memanusiakan manusia” peserta didik, tidak boleh
tidak wajib melandasi proses pelaksanaannya dengan moral yang bermakna
seluas-luasnya (Mulyana, 2008). Pada
proses pendidikan umum, moral itu wajib tercermin pada suasana pembelajaran
interaksi edukatif- pengembangan materi pembelajaran, penerapan metode dan
strategi sampai dengan evaluasi yang diterapkan. Pada pelaksanaan pendidikan
umum, moral itu menjadi jiwa, suasana, interaksi edukatif dan tujuannya.
Pendidikan umum berupaya secara bermakna dan berkesinambungan menghasilkan SDM
yang bermoral bagi semua konteks kehidupan dalam suasana dan kondisi apapun (Sumatmadja, 2002).
Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini bukan lagi
menjadi kelanjutan untuk revolusi industri ketiga, melainkan menjadi gerbang
untuk datangnya revolusi industri 4.0 atau industri 4.0. Davis (World Economic Forum, 2016) mengartikan
industri 4.0 ini sebagai cyber-physical systems yang berarti teknologi bukan
lagi menjadi ‘alat’ melainkan tertanam pada kehidupan masyarakat. Artificial
Intelligence, nanotechnology, biotechnology, autonomus vehicles,dan 3D printing
merupakan contoh semakin luasnya perkembangan teknologi saat ini. Kecepatan,
jangkauan/cakupan, dan dampak merupakan tiga alasan dari Schwab (World Economic Forum, 2016) yang
menjelaskan bahwa transformasi teknologi saat ini bukan perpanjangan dari
revolusi industri ketiga, melainkan kedatangan revolusi industri 4.0.
Dibandingkan dengan revolusi industri terdahulu yang berubah secara linier,
industri 4.0 berubah secara eksponensial sehingga dapat mengganti sistem
produk, manajemen, bahkan kepemerintahan secara dalam.
Tantangan pada dunia pendidikan dalam menghadapi industri 4.0
adalah penanaman nilai-nilai pendidikan yang perlu dikembangkan. Menurut Guilford (1985) penerapan dari
pendidikan nilai yang dikembangkan adalah:
1) anak dididik dan dilatih dengan cara bekerja sambil belajar. Kecerdasan
berfikir anak dikembangkan dengan seluas-luasnya;
2) memupuk kepribadian anak dengan kepribadian Indonesia sehingga menjadi
pribadi yang dinamis, percaya diri, berani, bertanggung jawab dan mandiri;
3) pelajaran tidak hanya diberikan pada jam pelajaran saja, tetapi juga dalam
setiap kesempatan di luar jam sekolah; dan
4) contoh perbuatan baik diterapkan karena lebih berhasil dalam membina watak
yang baik . hal inilah yang membedakan manusia dengan mesin di era globalisasi
industri 4.0.
Kirschenbaum
(1992) menyatakan bahwa pendidikan nilai pada dasarnya lebih ditujukan
untuk memperbaiki moral bangsa. Pendidikan nilai mengajarkan generasi muda
tentang value dan moral yang seharusnya dimiliki. Pendidikan nilai ditujukan
untuk mencegah antara lain meningkatnya kasus kejahatan, degradasi moral dan
penggunaan obat-obatan terlarang oleh generasi muda. Melalui pembelajaran
berbasis nilai diharapkan siswa dapat menentukan nilai baik dan buruk dalam
kehidupan sehingga dapat memilih nilai yang baik untuk peningkatan kualitas
hidupnya di dalam masyarakat.
Tapi pada kenyataanya, semakin pesatnya arus teknologi justru
siswa- siswa semakin terlena dan memiliki sikap yang enggan bertanggung jawab,
degradasi moral dan meningkatnya kasus kejahatan dikalangan siswa. Dengan
adanya aplikasi media sosial yang mempermudah dalam mengakses informasi dan
komunikasi mengakibatkan menjamurnya kejahatan di media online. Hal ini
dikarenakan kurangnya pendidikan nilai dan tantangan bagi pendidik untuk
menguatkan karater moral siswa agar tidak terjerumus dan terlena dengan
pesatnya teknologi industri 4.0
Kohlberg, (2005)
menyatakan bahwa pendidikan moral merupakan suatu upaya membantu peserta didik
dalam menuju satu tahap perkembangan sesuai dengan kesiapan mereka. Peranan
guru adalah memperkenalkan peserta didiknya dengan berbagai masalah konflik
moral yang realistik. Dilema-dilema moral sudah cukup untuk menggerakkan
perkembangan moral untuk membantu peserta didik dalam menyikapi isi nilai.
Untuk meningkatkan keberhasilan program pendidikan moral, maka upaya pendidikan
tersebut haruslah dilakukan dalam satu just school environment.
Nilai-nilai yang mulai tergerus akibat tranformasi industri 4.0 adalah sebagai
berikut :
1. Nilai Kultural. Nilai kultural adalah nilai yang
berhubungan dengan budaya, karakteristik lingkungan sosial dan masyarakat (Djhiri, 2002). Pendidikan dapat
menolong siswa untuk melihat nilai-nilai kultural sosial secara sistematis
dengan cara mengembangkan keseimbangan yang sehat antara sikap terbuka
(openness) dan tidak mudah percaya (skepticism).
2. Nilai Yuridis Formal
Nilai Yuridis formal adalah nilai yang berkaitan dengan aspek politik, hukum
dan ideologi (Djahiri, 2002). Nilai
sosial politik suatu bahan ajar merupakan kandungan nilai yang dapat memberikan
petunjuk kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku sosial yang baik ataupun
berpolitik yang baik dalam kehidupannya.
3. Nilai Religius
Mempertahankan nilai-nilai tersebut merupakan tantangan terberat dalam
menghadapi revolusi industri 4.0. Perkembagan jaman menuntut manusia lebih
kreatif karena pada dasarnya jaman tidak bisa dilawan. Revolusi industri 4.0
banyak menggunakan jasa mesin dibandingkan manusia. Tetapi ada hal penting yang
membedakan mesin dengan manusia yaitu dari segi nilai kemanusiaan yang tidak
dimiliki oleh mesin. Penanaman nilai inilah yang perlu diperkuat untuk
mengangkat harkat dan martabat bangsa khususnya di dunia pendidiakan.
Tantangan dan kendala yang utama dihadapkan bagi pendidikan
indonesia
Dalam merespon perkembangan teknologi, kendala yang utama
dihadapkan bagi pendidikan indonesia khususnya daerah terisolir terluar dan
terpinggir, berbagai macam tantangan agar pendidikan di indonesia merata dan
dapat dinikmati semua pihak. Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi dalam
dunia pendidikan di indonesia khususnya pada perguruan tinggi yang mencetak
generasi yang inovatif dan produktif adalah
1. Kurangnya sistim pembelajaran yang inovatif di perguruan
tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology
(OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek
fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang
kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological
literacy and human literacy.
2. Belum adanya Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan
tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam
mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu,
mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan
distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan
mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak
bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Masih kurangnya Terobosan dalam riset dan pengembangan yang
mendukung volusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi,
Lembaga Litbang, LPNK (Lembaga Pemerintah non Kementrian), Industri, dan
Masyarakat.
4. Masih kurangnya Terobosan inovasi dan perkuatan sistem
inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan
pemula berbasis teknologi.
Menjawab Tantangan Pendidikan di Era
Industri 4.0
Adanya tantangan dalam bentuk sebuah permasalahan sebisa
mungkin diiringi dengan solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dunia
pendidikan saat ini mulai disibukkan untuk menyiapkan generasi yang mampu
bertahan dalam kompetisi di era industri 4.0.
Menristekdikti (2018) bahwa dalam
menghadapi era revolusi industri 4.0 beberapa hal yang harus dipersiapkan
diantaranya:
A) persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif . untuk menghasilkan
lulusan yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy,
technological literacy and human literacy.
B) Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan
responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu
dan program studi yang dibutuhkan.
C) Persiapan sumber daya manusia yang responsive, adaptif dan handal untuk
menghadapi revolusi industri 4.0.
D) Peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset,
dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan
inovasi. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam pembahasan ini solusi dari
tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 sebagai berikut.
1) Kesesuaian kurikulum dan kebijakan pendidikan di Indonesia.
Kesesuian kurikulum dan kebijakan pendidikan dapat dilihat salah satunya
melalui kompetensi yang dimiliki oleh lulusan pendidikan. Menengok pendidikan
di Indonesia saat ini masih diselimuti dengan berbagai macam problematika yang
kurang mendukung siswa untuk dapat bertahan di era industri 4.0 tentu menjadi
kajian yang harus ditemukan solusinya.
Musyaddad (2013) dalam hasil
penelitiannya mengungkapkan bahwa relevansi pendidikan dalam hal substansi
dengan kebutuhan masyarakat masih tergolong rendah, selain itu pendidikan
justru dijadikan sebagai kawasan politisasi dari pejabat. Hal itulah yang
memperparah ketidakmampuan pendidikan di Indonesia dalam menjawab tantangan di
era industri 4.0 Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang dapat dilakukan agar
kurikulum dan kebijakan pendidikan di Indonesia sesuai dengan kebutuhan saat
ini.
Adapun tawaran solusi sekaligus saran pada beberapa pihak
terkait dengan dunia pendidikan di Indonesia, diantaranya:
A) Tidak menjadikan kurikulum hanya sebagai dokumen tertulis yang tidak
diterapkan dengan baik. Hal ini sering kali terjadi, ketika kurikulum sudah
tersusun sedemikian baik, namun dalam pelaksaanaan justru tidak sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum.
B) Mewujudkan pendidikan menengah atau tinggi yang lebih fokus melatih siswa
terampil pada suatu bidang keahlian.
C) Melakukan evaluasi kebijakan dan atau kurikulum pendidikan di Indonesia yang
berdasarkan pada orientasi kebutuhan pendidikan, bukan politisasi.
2) Kesiapan SDM dalam Pemanfaatan ICT (Information and
Communication Technologies)
Saat ini, menyiapkan semua sistem pendidikan yang ditujukan untuk memaksimalkan
kemampuan yang dimiliki generasi milinieal tentunya tidak bisa lepas dengan
peralatan teknologi terkini.
Oleh karena itu solusi dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan tantangan
di era revolusi industri 4.0 akan selalu berkaitan dengan kesiapan sumber daya
manusia dan sarana prasarana sebagai pengguna ICT.
Begitu pula dalam pembelajaran, melibatkan dan mengajar
siswa millennial secara efektif, sistem sekolah harus dilengkapi dengan
prasyarat sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berkaitan dengan
penggunaan peralatan teknologi. Kemampuan yang dimaksud yaitu kemampuan dalam
menggunakan ICT sehingga mampu mendampingi dan mengajarkan siswa dengan
memanfaatkan ICT. Memiliki ketrampilan ICT juga harus diiringi dengan pemahaman
bahwa ICT untuk dimanfaatkan dalam memperoleh hasil belajar yang positif.
International Education Advisory Board
(2017) mengungkapkan bahwa setiap guru yang ada, tidak dikecualikan dari
kebutuhan akan keterampilan tersebut, Pengembangan untuk semua pendidikan
sangat penting untuk memastikan teknologi digunakan dengan mudah di dalam
pembelajaran dan mampu mempermudah penyelenggaraan pendidikan. Peralatan yang
memadai tidak akan berguna jika tidak diiringi dengan sumber daya manusia yang
mampu memanfaatkannya.
Kesimpulan
Di Indonesia kesiapan menghadapi tantangan pendidikan era
revolusi industri 4.0, adalah segera
meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumberdaya manusia Indonesia melalu
pendidikan dengan melahirkan operator dan analis handal bidang manajemen
pendidikan sebagai pendorong kemajuan pendidikan berbasis teknologi informasi
di Indonesia untuk menjawab tantangan Industri 4.0 yang terus melaju pesat.
Kebijakan manajemen pendidikan di Indonesia saat ini mendorong seluruh level
pendidikan, terutama pendidikan tinggi untuk memanfaatkan kemajuan teknologi
digital dan komputasi pendidikan era revolusi industry 4.0.
Beberapa solusi yang bisa dilakukan antara lain,
1) kesesuaian kurikulum dan kebijakan dalam pendidikan,
2) kesiapan SDM dalam memanfaatkan ICT, mengoptimalkan kemampuan peserta didik,
dan mengembangkan nilai - nilai (karakter) peserta didik, serta
3) kesiapan sarana dan prasarana pendidikan.
Daftar Rujukan
Syamsuar, Reflianto. (2018). Pendidikan dan tantangan
pembelajaran berbasis teknologi informasi di era Revolusi Industri 4.0,
Universitas Negri Padang.
Iqbalsweden, Mengenal 4 Tahap
Perkembangan Revolusi Industri Dunia, Steemit (2018).
Kristen Margi Suryaningrum, Binus School of Computer Science,(2019).
Siapkah Indonesia menyongsong Society 5.0 dengan seiring perkembangan Big Data
yang semakin pesat ?.
Warta Ekonomi. (2019). Mengenal Revolusi Industri dari 1.0
hingga 4.0.
Edcomtech. (2020). Kajian: Kesiapan Pendidikan Indonesia
Menghadapi Era Society 5.0
Djahiri. (2002). Strategi Pengajaran Afektif, Nilai Moral
dan Games dalam Pembelajaran. VCT Bandung
Guilford, J. P. (1985). The structure-of-intellect model. In
B. B. Wolman (Ed.), Handbook of intelligence: Theories, measure- ments, and
applications (pp. 225–266). New York: Wiley.
International Education Advisory Board. (2017). Learning in
the 21st Century: Teaching Today’s Students on Their Terms. USA: Certiport.
Davies, Ivor K. (2011). Instructional Technique . New York:
McGraw Hill Book Company.
Kirschenbaum, D.S.&Tomarken 0A J.(1982). On facing the
generalization problem The study of self-regulatory failure. In E C. Kendall
(Ed.), Advances in cognitive-behavioral research and therapy (Vol. 1). New
York: Academic Press.
Kohlberg, L.(2005). Tahap-tahap Perkembangan Moral, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, Cetakan Pertama
McGuire dan Alismail. (2015). 21st Century Standards and Curriculum:
Current Research and Practice. Journal of Education and Practice, 6 (5) 150
-154.
Menristekdikti. 2018. Pengembangan Iptek dan Pendidikan
Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0. (Online)
https://ristekdikti.go.id/pengembangan- iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revo-lusi-industri-4-0-2/
diakses tanggal 6 Februari 2018.
Mauch J.E. et all (2014) Corporate Social Responsibility
Education In Europe. Journal of Business 323-337.
Mulyana, D., dan Rakhmat. (2008). Komunikasi Antar Budaya.
Bandung: Rosdakarya
Musyaddad, Kholid. 2013. Problematika Pendidikan di
Indonesia. Education and Biology Journal, 4 (1) 51 – 57.
Nasution, Sumaatmadja. (2000). Berbagai Pendekatan dalam
Proses Belajar dan Mengajar PT. Bumi Aksara: Jakarta
Nurhaidah. (2017). Kompetensi Guru Dalam Memanfaatkan Media
Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (Tik) Di Sd Negeri 16
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2 (2) 126 - 134.
Percival & Ellington, Henry (1988). Teknologi
Pendidikan. (alih bahasa Sudjarwo S.). Jakarta: Penerbit Erlangga
Reigeluth, C.M. (2011). Desain Instruksional Teori dan
Model-Model (Alih Bahasa: Ary Nilandari). Bandung: Alfabeta
Semiawan, Conny. (1997). Perspektif Pendidikan Anak
Berbakat. Jakarta: Grasindo.
Syukur, Imam. (2014). Profesionalisme Guru dalam
Mengimplementasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi Di Kabupaten Nganjuk.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 20 (2) 200 – 210.
Wening. (2015). Pembentukan Karakter Bangsa Melalui
Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan Karakter,2 (1) 55 – 64.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar